Oleh: Yopi Cahyono,
S.Hut
“Anak Perusahaan Duta Palma Group Tak miliki IPK dan Babat
Hutan”
Bertempat di Gedung SD Negeri 07 Rodaya, Dusun Baya, Desa
Rodaya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, pada hari Rabu,
tanggal 5 Oktober 2011.
Perjalanan Menuju Desa Rodaya
Hari ini aku cepat bangun pagi tidak seperti biasanya yang
telat bangun. Pukul 09.00 WIB aku telah bersiap-siap untuk berangkat liputan
karena tiga hari sebelumnya Kepala Desa Rodaya berpesan kepadaku untuk datang
meliput permasalahan antara masyarakat Desa Rodaya dengan PT Bengkayang Subur
yang nota bene merupakan anak perusahaan Duta Palma Group milik pak Surya.
Namun aku sendiri tidak pernah bertemu dengan pemilik perusahaan tersebut.
Sebelum aku berangkat ke Desa Rodaya, aku otak-atik dulu
telepon selulerku yang tercinta. Satu nama yang dituju, tiada lain teman
seprofesiku tetapi kami bea media. Saat aku menghubunginya dan menanyakan
kepadanya, ia berkata “Sekarang aku lagi di Desa Rodaya, ente dimana,”. Aku pun
menjawab, “Dalam perjalanan kesana, tunggu jak disana,”. Aku pun langsung
menutup pembicaraan dan memutuskan percakapan kami. Hal ini aku lakuka untuk
memastikan apakah teman-teman sudah di Desa Rodaya atau di warung kopi Terminal
Bengkayang “base camp” para kritisi dan komentator.
Aku pun langsung menyalakan motor kesayanganku. Walaupun aku
bersusah payah membayar kreditannya setiap bulan dengan banting tulang mendapat
uang untuk menyetor ke Diller Yamaha. Tidak peduli panasnya terik matahari,
derasnya hujan. Dalam perjalanan aku ragu dan bimbang, kena hujan atau tidak
saat dalam perjalanan ke Desa Rodaya. Syukur Tuhan YME melindungiku dan
menghentikan hujan, walaupun saat aku menantap langit dipenuhi awan hitam dan
angin kencang.
Seperti biasanya saat melintasi Jalan Raya Sanggau ledo dari
SMA Negeri 2 Bengkayang sampai ke Jembatan Lumar banyak mulut buaya yang siap
menerkam pengendara motor maupun mobil saat melintas. Konsentrasi penuh pun
wajib dilakukan. Sesampainya di Kampung Sekinyak Dusun Silap Desa Belimbing
Kecamatan Lumar, aku pun menurunkan gas kendaraanku. Aku pun kembali mengambil
handphone di saku celanaku (celana jin warna biru satu-satunya yang masih muat
untuk pinggangku yang semakin tumbuh kesamping, Red).
“Masihkah coi acaranya,” tanyaku kepada sohibku yang
pendekar (pendek dan kekar, Red). Ia pun menjawab “Baru dimulai, cepatlah
datang, aku tunggu ye….,”. setelah aku akhiri panggilan, aku tidak langsung
tancap gas, tetapi singgah dahulu untuk setor kepada batang karet. saat aku
emmasuki simpang menuju Desa Rodaya, jalan masih mulus dan enak dipadang mata.
100 meter kemudian, kondisi jalan setali tiga uang dengan Jalan Kabupaten
Bengkayang lainnya. Tidak ada tempat untuk ban motorku merasakan empuknya aspal.
Badanku pun bergetar, pinggangku mulai sakit, tanganku kecapean, kakiku ngilu
akibat bagusnya jalan menuju SD Negeri 07 Rodaya.
Kerikil, batu-batu kecil yang menghiasi jalan
menertawakanku. Aspal entah dimana rimbanya. Para pasir tersipu malu disemak
belukar yang ada dipinggir jalan. Batu cadas siap menyuntik, buaya pun berjejer
sepanjang jalan dan membuka mulutnya serta siap mencabik-cabik mangsa yang
melintas dihadapannya. Avanza, Inova, dan Torado akhirnya kelihatan juga.
Kemudian ban motorku dapat mencium papan kurang lebih sepanjang 20 meter. Yang
dihiasi permukaan air yang keruh dan tenang. Tatapan mataku langsung tertuju
pada gedung SD Negeri 07 Rodaya yang kumuh dan semak belukar pun menyambut
kedatanganku. Tampak berderet RX-King, Grand, Supra Fit, Supra Karisma, Vega,
Jupiter Z, Jupiter MX, Yamaha Special, dan vixion.
Bangunan SDN Negeri 07 Rodaya Memprihatinkan
Aku pun langsung mematikan mesin motorku dan parkir di depan
SD Negeri 07 Rodaya. Aku pun melihat orang-orang sedang serius dan tegang. Tidak
ada canda tawanya. Saat aku menaiki tangga, sontak membuat manusia yang ada di
dalam ruangan sepertinya diberi aba-aba menatapku dengan penuh tanda Tanya,
siapakah yang baru datang tersebut. Aku pun cuek saja dan memperhatikan siapa
saja yang mungkin mengenaliku.
Saat aku masuk, binggungnya setengah mati, mau duduk dimana
daku, kursi pada berciuman dengan bokong
yang mendahuluiku. Akhirnya ada Babinsa Desa Rodaya, Pak Ilham namanya.
“Silakan duduk mas,” menawariku. Tanpa basa basi aku pun mencium bangku yang
diberikan pak Babinsa. Suasana didalam begitu tegang dan membosankan. Ditambah
panasnya terik mata hari dihiasi plafon yang pada bolong dan atap seng yang
tertawa. Para kaso dan reng yang menciut yang sewaktu-waktu jatuh menimpaku
yang sedang asyik duduk manis mendengarkan pembicaraan alot antara masyarakat
Desa Rodaya dan PT Bengkayang Subur.
Aku keluar ruangan dan duduk diteras sekolah dasar yang
sudah berumur 30 tahun lebih ini. Lebih tua dari usiaku. Kakiku pun melangkah
dan menyisiri ruangan, alangkah terkejutnya daku saat melihat dinding dari
papan yang pada bolong, pokoknya serba memprihatinkan sekali sepertinya sekolah
ini tidak terawat dengan baik. Tetapi aku memaklumi inilah sekolah yang ada di
kampung terutama di Kabupaten Bengkayang. “Berapa kelas di SD Negeri 07 Rodaya
ini,” tanyaku pada guru honor. “Sampai kelas enam. Masing-masing ruangan di
sekat. Setiap ruangan dua kelas, dan guru juga terbatas,” jawab Ebi.
“Gedung apa yang ada di depan sebelum masuk kampung Baya,”
lanjut aku bertanya. Dengan santai Ebi menjelaskan, “Itu gedung baru SD Negeri
07 Rodaya. Tetapi belum ditempati karena kami menagih janji manis para Dinas
Pendidikan,” tegasnya. Ia pun menceritakan bahwa tanah yang berdiri gedung baru
SD tersebut milik orang tuanya. Bapaknya memberikan gratis satu hektar lebih
kepada pihak sekolah dengan perjanjian diatas kertas anak lelakinya dapat
menjadi PNS tetapi sampai gedung tersebut jadi dua local hingga kini janji
tinggal janji padahal SKT tanah sudah diserahkan kepada Dinas Pendidikan
Bengkayang dan telah dibalik nama. Satu local gedung yang mendapat tender ialah
Andi Max, Kepala Dagang dan Industri Kabupaten Bengkayang. “SD Negeri 07 Rodaya
tidak akan dipindahkan ke gedung baru selagi anak saya tidak menjadi PNS,”
tegas bapak berbadan kurus ini. Ia rela memberikan tanah gratis demi masa depan
anaknya cerah dan menjadi PNS minimal menjadi pesuruh sekolah. “Sejak 2005 saya
honor di SD Negeri 07 Rodaya. Awalnya honor menjadi pesuruh. Berhubung sekolah
ini kekurangan guru, saya pun ditunjuk kepala sekolah untuk mengajar dan
menjadi wali kelas lima,” aku Ebi.
Kisruh Masyarakat Desa Rodaya vs PT Bengkayang Subur
Usai menyantap nasi bungkus, forum kembali lagi dimulai.
Tampak yang duduk di depan wakil rakyat dari Daerah Pemilihan III, yakni
Aleksander dan Mariadi. Kasubid Ekonomi Bappeda kabupaten Bengkayang beserta
stafnya Dino dan Libertus Atno (Afat Anong, red). Di pojok kiri kelihatan Camat
Ledo Imam Munawir, perwakilan dari PT Bengkayang Subur, pak Emir. Kepala TU PT
Bengkayang Subur dan Aissten Kepalanya (Tak Tau namanya, Red) parahnya manager
tak tampak batang hidungnya. Pihak Badan Pertanahan Nasional Bengkayang pun
ikut andil disini. Begitu juga dengan Pol PP dan Danramil Ledo ikut nonggol.
Hanya anggota Polsek Ledo saja yang tak tampak siapa kah yang ikut hadir dalam
acara ini. Alpinus Kasubid pengembangan usaha perkebunan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Bengkayang juga tampak hadir. Berhubung ada kesibukan
mendadak, ia segera bergegas meninggalkan ruang pertemuan.
Ta’im sebagai moderator dalam kegiatan ini begitu semangat
dan tegas memandu perseteruan antara Masyarakat Desa Rodaya dan PT Bengkayang
Subur. “Kami menginginkan kejelasan kepada PT Bengkayang Subur atas MoU dengan
masyarakat,” lantang salah satu bapak-bapak yang duduk di belakang dan paling
sudut. “Apabila tuntutan kami tidak dipenuhi, kantor PT Bengkayang Subur akan
kami segel beserta isi didalamnya termasuk computer,” teriak bapak berbadan
tegap lagi yang kali ini duduk ditengah.
“Boleh saya berbicara,” Tanya Camat Ledo kepada masyarakat.
“Boleh…….,” serentak warga yang ada didalam ruangan. “Ditangan saya, ada dua
jenis MoU. Yang satu dari masyarakat dan satunya lagi milik PT Bengkayang
Subur. Saya sarankan, satukan kedua isi MoU tersebut dengan duduk bersama supaya
mencapai kesepakatan. Mengenai waktu dan tempat saya serahkan kepada warga dan
pihak perusahaan,” saran Imam.
“Saya mengakui, ini kesalahan pimpinan terdahulu PT
Bengkayang Subur kenapa sudah mengerjakan lahan sedangkan MoU belum dibuat
antara perusahaan dan warga,” jujur Emir. Oleh karena itu, ia ingin ada MoU
yang jelas antara pihaknya dengan penduduk setempat. “Pindahkan Asisten
Kepala!!!!!,” lantang salah satu warga. Asisten kepala pun langsung tertunduk
dan matanya berkaca-kaca seperti orang mau menangis. “Sudah empat orang Manager
disini dan semuanya tidak benar, bohongi kami masyarakat kecil,” lanjut salah
satu penduduk.
“PT Bengkayang Subur
memiliki izin lokasi sejak 2004 lalu dengan luas 29.000 hektar. Namun
hingga 2010 hanya terealisasikan 9.270 hektar saja. Sehingga saat perpanjangan
izin lokasi 2010 lalu, hanya 9.270 hektar saja diberi izin lokasi. IUP kini
sudah kadarluarsa dan belum diperpanjang, belum lagi IPK, tidak pernah dibuat
sejak awal padahal sudah ditanam sawit lahan mereka. Jika Amdal sudah ada
tetapi sudah kadarluarsa,” jelas Dino.
Aleksander pun angkat bicara, “PT Bengkayang Subur harus
menganti rugi tanah pribadi warga apabila itu memang dibeli. Penduduk jangan
hanya menerima uang saja tetapi tidak mau menyerahkan lahannya. Apabila tanah
umum atau wilayat bukan PT Bengkayang Subur berurusan dengan pribadi orang
tetapi dengan pengurus atau pemuka masyarakat yang dipercayai untuk mengurus
hal tersebut,” harap anak pak Acam ini.
Mariadi pun sebelumnya sudah menyampaikan kata-kata,”MoU
antara PT Bengkayang Subur dan Masyarakat harus diselesaikan,” katanya. Ia
menanyai kenapa MoU belum disepakati tetapi penanaman sawit sudah dilakukan.
Menurut buku “Tatang Sutana” pasal sekian………(Sule Prikitiw….,
Red, PT Bengkayang Subur telah melanggar peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Karena saat menebang pohon
tidak memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dari Kementrian Kehutanan. Ini
jelas-jelas sudah tindak pidana dan melakukan aktivitas ilegal loging. Namun,
pihak kepolisian tidak berani menangkap atau memberikan sanksi kepada
perusahana tersebut padahal sudah jelas-jelas melakukan tindak pidana. Hal ini
wajar karena polisi berpatokan kepada tertangkap tangan baru dapat diproses.
Perwakilan dari BPN Bengkayang juga mengikuti jejak Alpinus
yang cepat meninggalkan pertemuan antara masyarakat dengan PT Bengkayang Subur.
Saat ditanyai permasalahan ini, ia tidak mau menjelaskan. Waktu pun menunjukkan
pukul 16.55 WIB. Pertemuan antara Masyarakat dan PT Bengkayang Subur tidak
menemukan titik kesepakatan. Permasalahan dan MoU pun masih ngambang sampai
langit ke tujuh. Banyak warga yang tidak mau bersalaman dengan PT Bengkayang
Subur. Saat yang lain bersalaman, terkejut aku dengan suara yang keras. Salah
satu warga meninju dinding yang terbuat dari papan. Sontak….wajahku berpaling
ke belakang dan melihat apa yang terjadi. Akhirnya semua yan ada di dalam
ruangan membubarkan diri dan meninggalkan SD Negeri 07 Rodaya yang kumuh dan
bolong.
Saat aku menunggu kepala Desa Rodaya bersama teman-teman seperjuanganku,
“Maaf karena telah merepotkan kalian. Saya tidak dapat bantu apa-apa hanya
ucapan terima kasih karena telah datang untuk melihat dan menyaksikan pertemuan
antara masyarakat dan PT Bengkayang Subur,” tutur Kades. Kami pun bersalaman
dan pamitan kepada petinggi di desa tersebut. Kepala TU PT Bengkayang Subur (lupa namanya, maklum amnesia menghinggapiku akibat tidak
mengkonsumsi gorengan tahu dan tempe, Red) langsung menghampiriku dan
mengatakan bahwa sering membaca dan memonitoring tulisan yang ada di blogku
“PANTAK, dan EQUATOR BENGKAYANG”. ia sering mengikuti perkembangan Kabupaten
Bengkayang lewat internet.
“Binggung saya kenapa web site bengkayangkab milik Pemda
Bengkayang kok susah dibuka ya….,” tanyanya padaku. “Saya sering baca postingan
kamu dan up date terus, tidak seperti web site Pemda Bengkayang,”keluhnya. Aku
pun tersenyum dan mengatakan tidak tau kenapa web site miliki Bumi Sebalo
begitu. Ia pun izin pulang ke camp PT Bengkayang Subur.