Sebastianus
Darwis, Ketua DPRD Bengkayang mengatakan, memang benar warga Desa
Semunying Jaya Kecamatan Jagoi Babang melakukan audiensi. Mereka
menyampaikan beberapa keluhan yang dihadapi di lapangan.
“Kami hanya sebagai penegah, hasil akhirnya yang memutuskan ialah Bupati Bengkayang. Saat audiensi tadi, saya langsung memimpin kegiatan tadi,” kata darwis kepada Equator ditemui diruang ekrjanya, Kamis (3/5).
Momonus, Kepala Desa Semunying Jaya mengungkapkan, peran pihak Pemerintah Kabupaten Bengkayang dan pihak terkait lainnya diharapkan dapat menyelesaikan persoalan. Namun faktanya, tidaklah demikian.
Pemerintah Daerah lamban dan bahkan terkesan mengulur-ulur waktu dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi. Dengan memahami duduk persoalan yang dialami warga Desa Semunying Jaya, seharusnya pemerintah Bengkayang yang sesungguhnya memiliki kompetensi malah tidak punya kekuatan dalam memberi solusi bagi warga.
"Akibatnyapersoalan yang dihadapi warga yang berjuang dan bahkan pernah membawa kasus ini ke Komnas HAM dan sejumlah instansi terkait lainnya malah tak kunjung tuntas,” keluhnya, kemarin.
Terpisah, Darsyafrudin, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkayang membenarkan bahwa pada 2004 izin lokasi PT Ledo Lestari yang berada di Jagoi Babang berada di kawasan hutan produksi. Oleh karena itu, yang menanganinya ialah pusat bukan wewenang daerah.
“Hutan Produksi yang telah dibabat oleh PT Ledo Lestari sudah ditangani oleh BPK RI Jakarta setelah Irjen Pemeriksaan Khusus Kementrian Kehutanan turun ke lapangan. Hasil dari mereka yang mengatakan lahan yang dikerjakan oleh PT LL mengenai Hutan Produksi,” terangnya.
Ia menerangkan, hal tersebut diperkuat berdasarkan Surat Keputusan No 259/Menhutbun tahun 2000 tentang izin lokasi PT LL masuk hutan produksi.
“Untuk menyelesaikan permasalahan antara PT LL dan warga Semunying Kecamatan Jagoi Babang butuh waktu yang lama dan harus melihat fakta yang ada di lapangan,” kata Darsyafrudin kepada Equator ditemui diruang kerjanya, belum lama ini.
Ia menjelaskan, beberapa waktu lalu diturunkan tim pertama dari TP3K (Tim Pembina dan Pengembnagan Perkebunan Kabupaten Bengkayang, Red). Hanya tiga hari itu waktu yang tidak cukup berada di lapangan.
Direncanakan akan diturunkan tim kedua dari TP3K untuk kembali turun ke Desa Semunying Jaya Kecamatan Jagoi Babang dalam waktu minimal dua minggu di sana untuk mencari data yang lebih akurat dan tepat sasaran.
“Kita ingin permasalahan antara PT LL dan masyarakat disana selesai semuanya. Terutama lahan yang telah dijual oleh beberapa oknum warga Semunying yang mengatasnamakan masyarakat kepada perusahaan,” ungkapnya.
Obaja SE Msi, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkayang melalui Yahya Usman S Hut Kepala Bidang Ekonomi membeberkan, PT ledo Lestari memiliki izin lokasi pada tahun 2004 seluas 20.000 hektar dan habis waktunya pada tahun 2007.
“Pada tahun 2010, PT LL ajukan izin lokasi baru dengan luas 9000 hektar dan keluar dari hutan produksi, dan ini berdasarkan peta yang ada. Apabila di lapangan berbicara lain, TP3K harus turun lagi kelapangan untuk mengecek apakah PT LL membabat hutan produksi,” tegas Yahya, kemarin.
Sebagai Rimbawan, Yahya banyak mengetahui aturan perundang-undangan mengenai kehutanan. Ia memastikan bahwa Kementrian Kehutanan tidak mau melepaskan hutan produksi untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit atau pertambangan. Apabila untuk kepentingan umum dan pemerintah, kemungkinan dkemenhut mau melepaskannya. (cah)
“Kami hanya sebagai penegah, hasil akhirnya yang memutuskan ialah Bupati Bengkayang. Saat audiensi tadi, saya langsung memimpin kegiatan tadi,” kata darwis kepada Equator ditemui diruang ekrjanya, Kamis (3/5).
Momonus, Kepala Desa Semunying Jaya mengungkapkan, peran pihak Pemerintah Kabupaten Bengkayang dan pihak terkait lainnya diharapkan dapat menyelesaikan persoalan. Namun faktanya, tidaklah demikian.
Pemerintah Daerah lamban dan bahkan terkesan mengulur-ulur waktu dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi. Dengan memahami duduk persoalan yang dialami warga Desa Semunying Jaya, seharusnya pemerintah Bengkayang yang sesungguhnya memiliki kompetensi malah tidak punya kekuatan dalam memberi solusi bagi warga.
"Akibatnyapersoalan yang dihadapi warga yang berjuang dan bahkan pernah membawa kasus ini ke Komnas HAM dan sejumlah instansi terkait lainnya malah tak kunjung tuntas,” keluhnya, kemarin.
Terpisah, Darsyafrudin, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkayang membenarkan bahwa pada 2004 izin lokasi PT Ledo Lestari yang berada di Jagoi Babang berada di kawasan hutan produksi. Oleh karena itu, yang menanganinya ialah pusat bukan wewenang daerah.
“Hutan Produksi yang telah dibabat oleh PT Ledo Lestari sudah ditangani oleh BPK RI Jakarta setelah Irjen Pemeriksaan Khusus Kementrian Kehutanan turun ke lapangan. Hasil dari mereka yang mengatakan lahan yang dikerjakan oleh PT LL mengenai Hutan Produksi,” terangnya.
Ia menerangkan, hal tersebut diperkuat berdasarkan Surat Keputusan No 259/Menhutbun tahun 2000 tentang izin lokasi PT LL masuk hutan produksi.
“Untuk menyelesaikan permasalahan antara PT LL dan warga Semunying Kecamatan Jagoi Babang butuh waktu yang lama dan harus melihat fakta yang ada di lapangan,” kata Darsyafrudin kepada Equator ditemui diruang kerjanya, belum lama ini.
Ia menjelaskan, beberapa waktu lalu diturunkan tim pertama dari TP3K (Tim Pembina dan Pengembnagan Perkebunan Kabupaten Bengkayang, Red). Hanya tiga hari itu waktu yang tidak cukup berada di lapangan.
Direncanakan akan diturunkan tim kedua dari TP3K untuk kembali turun ke Desa Semunying Jaya Kecamatan Jagoi Babang dalam waktu minimal dua minggu di sana untuk mencari data yang lebih akurat dan tepat sasaran.
“Kita ingin permasalahan antara PT LL dan masyarakat disana selesai semuanya. Terutama lahan yang telah dijual oleh beberapa oknum warga Semunying yang mengatasnamakan masyarakat kepada perusahaan,” ungkapnya.
Obaja SE Msi, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkayang melalui Yahya Usman S Hut Kepala Bidang Ekonomi membeberkan, PT ledo Lestari memiliki izin lokasi pada tahun 2004 seluas 20.000 hektar dan habis waktunya pada tahun 2007.
“Pada tahun 2010, PT LL ajukan izin lokasi baru dengan luas 9000 hektar dan keluar dari hutan produksi, dan ini berdasarkan peta yang ada. Apabila di lapangan berbicara lain, TP3K harus turun lagi kelapangan untuk mengecek apakah PT LL membabat hutan produksi,” tegas Yahya, kemarin.
Sebagai Rimbawan, Yahya banyak mengetahui aturan perundang-undangan mengenai kehutanan. Ia memastikan bahwa Kementrian Kehutanan tidak mau melepaskan hutan produksi untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit atau pertambangan. Apabila untuk kepentingan umum dan pemerintah, kemungkinan dkemenhut mau melepaskannya. (cah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar