Bengkayang.
Hero, warga Kecamatan Teriak
mengatakan, terkait dengan pembabatan Hutan Adat di Desa Semunying Jaya
Kecamatan Jagoi Babang, yang jelas perusahaan sudah merampas hak masyarakat
disana. Hanya tanggapan dari pemerintah juga lamban.
“Saya kuatir ini bakal jadi bom
waktu di Kabupaten Bengkayang. Bayangkan saja kebun karet masyarakat yang sudah
ditanam puluhan tahun tiba-tiba dibantai pakai alat berat. Warga sampai saat
ini sudah hampir habis kesabaran,” kata Hero ditemui di Jalan Jerendeng AR
Bengkayang, Sabtu (4/2).
Hero menjelaskan, saat masyarakat
Desa Semunying Jaya dan perusahaan PT Ledo Lestari diketemukan oleh TP3K
Kabupaten Bengkayang, tetapi hasilnya malah msyarakat yangg dipersalahkan oleh
perusahaan. Sedangkan pemerintah juga belum ada tindakan.
Jangankan mau adakan kemitraan
dengan perusahaan, nantinya lokasi rumah warga juga akan dirobohkan. Dengan
alasan perusahaan sudah memegang HGU. Padahal tanah itu bukan punya perusahaan.
“ ya kita tunggu aja beberapa
saat lagi, apakah akan ada yang jadi tumbal biar masalah ini bisa terangkat ke
atas. Kita cuma bisa berdoa sajalah supaya tidak terjadi MESUJI jilid 3,”pasrah
Hero, kemarin.
Untuk informasi, sampai saat ini
saja masih bekerja semua alat-alat berat tersebut. Celakanya, warga yang mau
mempertahankan tanahnya, malah diancam akan di bui dan bahkan ada warga
Semunying yang sampai sekarang sudah dua kali keluar masuk penjara akibat cuma
merusak tanaman yang baru ditanam perusahaan.
Hendro, warga Kecamatan Bengkayang
mengungkapkan, hal tersebut di atas merupakan sebuah pelajaran bagi daerah yang
belum terjamah oleh investor sawit, jika tidak ingin mengulangi seperti kasus
tersebut.
“Jangan pernah ada kata sepakat
untuk investor. Pemerintah maupun orang-orang
yang ada di daerah tersebut untuk investasi seperti itu. Oleh karena
itu, perlu kajian yang tepat tentang investor yang cocok untuk menjalankan roda
pembangunan di daerah,”sarannya.
Tampi, warga Kecamatan Bengkayang
menambahkan, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, cara damai dulu tapi
kalau dah ditemukan ketidakbenaran HGU tersebut, langsung saja kibau habis mereka, bila perlu
usir mereka dan suruh masyarakat saja yang mengelola perusahaan tersebut.
“coba tinjau kembali HGU nya dan tanya siapa yang mengeluarkan Ijin HGU tersebut, jika tidak sesuai dan ditemukan kesengajaan mereka merampas tanah adat tersebut langsung lapor ke pihak berwajib,” sarannya.
“coba tinjau kembali HGU nya dan tanya siapa yang mengeluarkan Ijin HGU tersebut, jika tidak sesuai dan ditemukan kesengajaan mereka merampas tanah adat tersebut langsung lapor ke pihak berwajib,” sarannya.
Momonus, Kepala Desa Semunying Jaya mengatakan, mereka
jauh-jauh datang ke ibu kota kabupaten untuk memenuhi panggilan mengenai
pembahasan masalah penyelesaian ganti rugi lahan dan tanam tumbuh serta
pembangunan kebun plasma bersama TP3K dan Direktur PT Ledo Lestari.
“Surat undangan tersebut bernomor 525/0039A/HB-D BKY
tertanggal 16 januari lalu. Kami datang sebanyak 10 orang, tujuh warga
Semunying sudah pulang dikarenakan kecewa dengan hasil rapat tadi sedangkan
kami bertiga ketinggalan kendaraan, jadi menginap di Bengkayang,” terang
Momonus kepada Equator di Hotel Lintas Batas, belum lama ini
Kondisi dan dinamika sosial di lingkungan masyarakat
Semunying Jaya yang cenderung menimbulkan gejolak dan sejumlah potensi
kerawanan sosial oleh karena dampak dari pembangunan perkebunan sawit (PT. Ledo
Lestari) yang merusak kawasan kelola warga dan mengabaikan hak-hak masyarakat.
Kehidupan masyarakat sejak dibukanya perkebunan monokultur di daerah Semunying Jaya masih jauh dari kesejahteraan. Masih jauh dari harapan dan janji manis (kesejahteraan) seperti yang selama ini diwacanakan oleh para pendukung investasi perkebunan skala besar itu.
“Kami meminta ganti rugi tanah kepada PT Ledo Lestari. Perusahaan kelapa sawit telah mengambil paksa lahan dan merusak tanaman milik kami. Parahnya HUtan Adat Semunying Jaya sebagai kawasan hutan yang dilindungi untuk sumber benih sesuai SK BUpati Bengkayang Jakobus Luna bernomor 30A tahun 2010 rusak parah dibabat oleh perusahaan tersebut,” keluhnya.
Kehidupan masyarakat sejak dibukanya perkebunan monokultur di daerah Semunying Jaya masih jauh dari kesejahteraan. Masih jauh dari harapan dan janji manis (kesejahteraan) seperti yang selama ini diwacanakan oleh para pendukung investasi perkebunan skala besar itu.
“Kami meminta ganti rugi tanah kepada PT Ledo Lestari. Perusahaan kelapa sawit telah mengambil paksa lahan dan merusak tanaman milik kami. Parahnya HUtan Adat Semunying Jaya sebagai kawasan hutan yang dilindungi untuk sumber benih sesuai SK BUpati Bengkayang Jakobus Luna bernomor 30A tahun 2010 rusak parah dibabat oleh perusahaan tersebut,” keluhnya.
Perkebunan kelapa sawit PT Ledo Lestari masuk ke
wilayah tanah warga. Masyarakat resah keberadaan perusahaan kelapa
sawit tersebut dianggap telah merusak ekosistem hutan, mata air,
dan menggusur kebun karemereka.
” Permasalahan ini sudah lama. Namun sampai saat ini belum ada titik temunya. Hutan adat yang sudah ditebang oleh perusahaan itu sekitar 1800 hektar. Bahkan dua orang tokoh masyarakat yang berjuang bersama warganya dalam mempertahankan kedaulatan dan hak-hak (atas hutan-tanah-air) warga setempat sempat dikriminalisasi hingga masuk penjara dengan tuduhan pemerasan dan perampasan, ”ungkap Sekretaris Desa Semunying Jaya, Abu Lipah.
Kata dia, peran pihak Pemerintah Kabupaten Bengkayang dan pihak terkait lainnya diharapkan dapat menyelesaikan persoalan. Namun faktanya, tidaklah demikian. Pemerintah Daerah lamban dan bahkan terkesan mengulur-ulur waktu dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi.
Dengan memahami duduk persoalan yang dialami warga Desa Semunying Jaya, seharusnya pemerintah Bengkayang yang sesungguhnya memiliki kompetensi malah tidak punya kekuatan dalam memberi solusi bagi warga.
"Akibatnyapersoalan yang dihadapi warga yang berjuang dan bahkan pernah membawa kasus ini ke Komnas HAM dan sejumlah instansi terkait lainnya malah tak kunjung tuntas. PT. Ledo Lestari sendiri telah habis masa izinnya sejak tahun 2007 sebagaimana ditegaskan surat pejabat Bupati Bengkayang", kata Abu Lipah (cah)
” Permasalahan ini sudah lama. Namun sampai saat ini belum ada titik temunya. Hutan adat yang sudah ditebang oleh perusahaan itu sekitar 1800 hektar. Bahkan dua orang tokoh masyarakat yang berjuang bersama warganya dalam mempertahankan kedaulatan dan hak-hak (atas hutan-tanah-air) warga setempat sempat dikriminalisasi hingga masuk penjara dengan tuduhan pemerasan dan perampasan, ”ungkap Sekretaris Desa Semunying Jaya, Abu Lipah.
Kata dia, peran pihak Pemerintah Kabupaten Bengkayang dan pihak terkait lainnya diharapkan dapat menyelesaikan persoalan. Namun faktanya, tidaklah demikian. Pemerintah Daerah lamban dan bahkan terkesan mengulur-ulur waktu dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi.
Dengan memahami duduk persoalan yang dialami warga Desa Semunying Jaya, seharusnya pemerintah Bengkayang yang sesungguhnya memiliki kompetensi malah tidak punya kekuatan dalam memberi solusi bagi warga.
"Akibatnyapersoalan yang dihadapi warga yang berjuang dan bahkan pernah membawa kasus ini ke Komnas HAM dan sejumlah instansi terkait lainnya malah tak kunjung tuntas. PT. Ledo Lestari sendiri telah habis masa izinnya sejak tahun 2007 sebagaimana ditegaskan surat pejabat Bupati Bengkayang", kata Abu Lipah (cah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar