Selasa, 07 Februari 2012

Warga Tak Ingin Mesuji Jilid Tiga di Kabupaten Bengkayang


Bengkayang.
Hero, warga Kecamatan Teriak mengatakan, terkait dengan pembabatan Hutan Adat di Desa Semunying Jaya Kecamatan Jagoi Babang, yang jelas perusahaan sudah merampas hak masyarakat disana. Hanya tanggapan dari pemerintah juga lamban.
“Saya kuatir ini bakal jadi bom waktu di Kabupaten Bengkayang. Bayangkan saja kebun karet masyarakat yang sudah ditanam puluhan tahun tiba-tiba dibantai pakai alat berat. Warga sampai saat ini sudah hampir habis kesabaran,” kata Hero ditemui di Jalan Jerendeng AR Bengkayang, Sabtu (4/2).
Hero menjelaskan, saat masyarakat Desa Semunying Jaya dan perusahaan PT Ledo Lestari diketemukan oleh TP3K Kabupaten Bengkayang, tetapi hasilnya malah msyarakat yangg dipersalahkan oleh perusahaan. Sedangkan pemerintah juga belum ada tindakan.
Jangankan mau adakan kemitraan dengan perusahaan, nantinya lokasi rumah warga juga akan dirobohkan. Dengan alasan perusahaan sudah memegang HGU. Padahal tanah itu bukan punya perusahaan.
“ ya kita tunggu aja beberapa saat lagi, apakah akan ada yang jadi tumbal biar masalah ini bisa terangkat ke atas. Kita cuma bisa berdoa sajalah supaya tidak terjadi MESUJI jilid 3,”pasrah Hero, kemarin.
Untuk informasi, sampai saat ini saja masih bekerja semua alat-alat berat tersebut. Celakanya, warga yang mau mempertahankan tanahnya, malah diancam akan di bui dan bahkan ada warga Semunying yang sampai sekarang sudah dua kali keluar masuk penjara akibat cuma merusak tanaman yang baru ditanam perusahaan.
Hendro, warga Kecamatan Bengkayang mengungkapkan, hal tersebut di atas merupakan sebuah pelajaran bagi daerah yang belum terjamah oleh investor sawit, jika tidak ingin mengulangi seperti kasus tersebut.
“Jangan pernah ada kata sepakat untuk investor. Pemerintah maupun orang-orang  yang ada di daerah tersebut untuk investasi seperti itu. Oleh karena itu, perlu kajian yang tepat tentang investor yang cocok untuk menjalankan roda pembangunan  di daerah,”sarannya.
Tampi, warga Kecamatan Bengkayang menambahkan, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, cara damai dulu tapi kalau dah ditemukan ketidakbenaran HGU tersebut,  langsung saja kibau habis mereka, bila perlu usir mereka dan suruh masyarakat saja yang mengelola perusahaan tersebut.
“coba tinjau kembali HGU nya dan tanya siapa yang mengeluarkan Ijin HGU tersebut, jika tidak sesuai dan ditemukan kesengajaan mereka merampas tanah adat tersebut langsung lapor ke pihak berwajib,” sarannya.
Momonus, Kepala Desa Semunying Jaya mengatakan, mereka jauh-jauh datang ke ibu kota kabupaten untuk memenuhi panggilan mengenai pembahasan masalah penyelesaian ganti rugi lahan dan tanam tumbuh serta pembangunan kebun plasma bersama TP3K dan Direktur PT Ledo Lestari.
“Surat undangan tersebut bernomor 525/0039A/HB-D BKY tertanggal 16 januari lalu. Kami datang sebanyak 10 orang, tujuh warga Semunying sudah pulang dikarenakan kecewa dengan hasil rapat tadi sedangkan kami bertiga ketinggalan kendaraan, jadi menginap di Bengkayang,” terang Momonus kepada Equator di Hotel Lintas Batas, belum lama ini
Kondisi dan dinamika sosial di lingkungan masyarakat Semunying Jaya yang cenderung menimbulkan gejolak dan sejumlah potensi kerawanan sosial oleh karena dampak dari pembangunan perkebunan sawit (PT. Ledo Lestari) yang merusak kawasan kelola warga dan mengabaikan hak-hak masyarakat.
Kehidupan masyarakat sejak dibukanya perkebunan monokultur di daerah Semunying Jaya masih jauh dari kesejahteraan. Masih jauh dari harapan dan janji manis (kesejahteraan) seperti yang selama ini diwacanakan oleh para pendukung investasi perkebunan skala besar itu.
“Kami meminta  ganti rugi tanah kepada PT Ledo Lestari.  Perusahaan kelapa sawit telah mengambil  paksa lahan dan merusak tanaman milik kami. Parahnya HUtan Adat Semunying Jaya sebagai kawasan hutan yang dilindungi untuk sumber benih sesuai SK BUpati Bengkayang Jakobus Luna bernomor 30A tahun 2010 rusak parah dibabat oleh perusahaan tersebut,” keluhnya.
Perkebunan kelapa sawit  PT Ledo Lestari masuk ke wilayah tanah warga. Masyarakat resah  keberadaan perusahaan kelapa sawit  tersebut dianggap telah  merusak ekosistem hutan, mata air, dan menggusur kebun karemereka.
” Permasalahan ini sudah lama. Namun sampai saat ini belum ada titik temunya. Hutan adat yang sudah ditebang oleh perusahaan itu sekitar 1800 hektar. Bahkan dua orang tokoh masyarakat yang berjuang bersama warganya dalam mempertahankan kedaulatan dan hak-hak (atas hutan-tanah-air) warga  setempat sempat dikriminalisasi hingga masuk penjara dengan tuduhan pemerasan dan perampasan, ”ungkap  Sekretaris Desa Semunying Jaya, Abu Lipah.
Kata dia,  peran pihak Pemerintah Kabupaten Bengkayang dan pihak terkait lainnya diharapkan dapat menyelesaikan persoalan. Namun faktanya, tidaklah demikian. Pemerintah Daerah lamban dan bahkan terkesan mengulur-ulur waktu dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi.
Dengan memahami duduk persoalan yang dialami warga Desa Semunying Jaya, seharusnya pemerintah Bengkayang yang sesungguhnya memiliki kompetensi malah tidak punya kekuatan dalam memberi solusi bagi warga.
 "Akibatnyapersoalan yang dihadapi warga yang berjuang dan bahkan pernah membawa kasus ini ke Komnas HAM dan sejumlah instansi terkait lainnya malah tak kunjung tuntas. PT. Ledo Lestari sendiri telah habis masa izinnya sejak tahun 2007 sebagaimana ditegaskan surat pejabat Bupati Bengkayang", kata Abu Lipah (
cah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar