Bengkayang. Seragam oranye melilit tubuh. Langkah
tegap dengan kaca mata hitam memperlihatkan ia begitu berwibawa. Dia penerbang
wanita milik angkatan udara yang saat ini bergabung di Skadron Suryadarma.
Perwira dengan pangkat Letnan Satu Penerbang itu bernama Fariana, si penguasa
Helikopter EC 120B Colibri.
Kolonel PNB Ismet
Ismaya Saleh, Asisten tiga Panglima Operasi Satu membeberkan, saat ini di
Indonesia hanya memiliki dua pilot wanita yang aktif. Secara keseluruhan sebenarnya
tujuh tetapi berhubung yang lainnya sudah pensiun sehingga hanya menyisakan dua
pilot wanita saja.
“Rakyat Indonesia
masih berpatokan atau pola pikirnya masih menganggap seorang wanita tidak dapat
berkarier seperti lelaki terutama sebagai pilot. Hal inilah yang menjadi
minimnya minat para kaum hawa mendafatarkan diri menjadi pilot,” terang Ismet
ditemui di Lanud Singkawang II, kemarin.
Kolonel yang
gemar memegang kamera ini mengijinkan awak media untuk langsung mewawancarai
pilot wanita yang adatang langsung ke Lanud Singkawang II. Kesempatan baik bertemu dengan perwira
penerabangan ini.
Perbincangan
terjadi bersamanya walau hanya sepuluh menit di Markas TNI AU Lanud Singkawang
II Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Pilot yang bergabung
di Skadron Suryadarma ini berada di pangkalan Lanud Singkawang dua bersama
Panglima Komando Udara Satu TNI AU, Marsekal Muda Sunaryo untuk membuka TMMD
TNI AU tahun 2011, Senin (24/10).
Tidak ada
kesangaran dari perempuan kelahiran Pariaman 1 April 1982 ini. Ia ramah dengan
canda tawa dan senyum yang turut menghiasi wajahnya yang putih. Terkadang
gigihnya yang putih berbalut behel terlihat saat ia ertawa lepas. Wah, terasa
senang bisa berbincang bincang dengannya.
Sangat langka
bagi seorang wanita untuk terjun sebagai penerbang. Perlu keberanian dan
sedikit meminggirkan kebudayaan ketimuran. Prakata itu sebagai pembuka
pembicaraan dengan anak pasangan dari
Dokok Jakaria Kordi (Ayahh) dan Lilis Yeni Haryani (Ibu).
"Wah,
kalau langka, harus dijaga," kata Fariana menyambut pembicaraan sera
bercanda.
Prajurit TNI
AU angkatan 2003 ini bercerita, awalnya ia sama dengan masyarakat biasa,
masyarakat yang awam soal penerbangan. Namun ketertarikan itu muncul sesaat ini
masuk TNI AU dan melihat beberapa senior wanita yang terjun di profesi yang
penuh dengan tantangan itu.
'Waktu itu
saya mulai tertarik, tapi saya berpikir sangat mustahil karena waktu itu saya
hanya sebagai Bintara, dan seroang penerbang haruslah Perwira," ujarnya.
Keinginannya
terus menguat, terlebih beberapa senior wanitanya sebelum menjadi penerbang
juga sebagai Bintara. Tahun 1982 ada dua orang penerbang wanita,
tahun 1985 ada enam orang penerbang wanita, setelah
bertahun tahun, baru tahun 2007 dari seorang penerbang wanita.
'Saya daftar
sekolah penerbangan tahun 2005, setelah mengikuti tes dan lulus, saya belajar
selama dua tahun, dan kemudian tahun 2007 saya dilantik menjadi Perwira
penerbang,' ujar Fariana seraya mengatakan saat ini hanya ada dua orang
penerbang wanita untuk TNI AU di Indonesia.
Selama menjadi
penerbang, Fariana telah mengumpulkan jam terbang sebagainya 1100 jam. Jam terbang itu ia habiskan untuk menjelajahi wiilayah
Indonesia bagian barat atau dikenal dengan spot barat. dalam spot barat itu
termasuk didalamnya Kalimantan Barat dan Sumatra.
"Dalam
penerbangan, setiap pilot ditempatkan pada spot spot tertentu. Dan kebetulan
saya beroperasi spot barat termasuklah dilamanya daerah Kalimantan dan
Sumatra," jelas wanita berdara Sunda ini.
Sebagai
penerbang, Fariana dipercaya untuk membawa
Helikopter jenis EC 120B Colibri.
Pesawat buatan Tarnos Prancis ini ber home base atau bemarkas di Pangkalan TNI
AU Skadron Udara 7 Lanud Suryadarma.
'Saya senang
dipercaya untuk menjadi pilot Heli, dan sesauai dengan hasil tes yang
dilakukan, saya berbabkat untuk menjadi pilot Heli," jelas anak sulung
dari tiga bersaudara ini.
Selama menjadi
penerbang, banyak pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Pengalamannya,
Fariana marasakan besarnya kekasaan tuhan atas alam. Kekuasaan itu terlihat
bedanya pemandangan terhadap bumi saat berada di atas atau di bawah. Pengamalan
terpenting dan membekas ketika Fariana menyalurkan bantuan ke korban banjir
Lamongan Jawatimur beberapa tahun yang lalu.
'Saat itu sangat berkesan, karena saya bisa membantu korban
banjir dengan Heli yang saya kendarai, dan wkatu itu hanya Heli yang bisa masuk
ke lokasi," kenangnya.
Dengan
penyaluran bantuan itu, Fariana merasa sangat berarti. Ia begitu merasakan
bagaimana sensaranya korban banjir yang memerlukan bantuan dan belas kasih.
"Waktu
itu saya merasa sangat berati, saya mersakan kemampuan saya sangat
membantu," jelas wanita mengaku telah menemukan jodoh untuk pasangan
hidupnya nanti.
Kedepannya,
wanita yang masih melajang ini
berkeinginan bukan hanya sebagai pilot, tapi sebagai instruktur pilot. Karena
kata dalam penerabangan, menjadi instruktur itu merupakan cita cita yang saat
ini belum tercapai. Akhirnya, selamat bertuga Lettu Fariana, teruslah terbang
untuk menjaga kedigdayaan bangsa. (cah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar