Selasa, 25 Oktober 2011

Indonesia Miliki Dua Pilot Wanita

Bengkayang. Seragam oranye melilit tubuh. Langkah tegap dengan kaca mata hitam memperlihatkan ia begitu berwibawa. Dia penerbang wanita milik angkatan udara yang saat ini bergabung di Skadron Suryadarma. Perwira dengan pangkat Letnan Satu Penerbang itu bernama Fariana, si penguasa Helikopter EC 120B Colibri.
Kolonel PNB Ismet Ismaya Saleh, Asisten tiga Panglima Operasi Satu membeberkan, saat ini di Indonesia hanya memiliki dua pilot wanita yang aktif. Secara keseluruhan sebenarnya tujuh tetapi berhubung yang lainnya sudah pensiun sehingga hanya menyisakan dua pilot wanita saja.
“Rakyat Indonesia masih berpatokan atau pola pikirnya masih menganggap seorang wanita tidak dapat berkarier seperti lelaki terutama sebagai pilot. Hal inilah yang menjadi minimnya minat para kaum hawa mendafatarkan diri menjadi pilot,” terang Ismet ditemui di Lanud Singkawang II, kemarin.
Kolonel yang gemar memegang kamera ini mengijinkan awak media untuk langsung mewawancarai pilot wanita yang adatang langsung ke Lanud Singkawang II. Kesempatan baik bertemu dengan perwira penerabangan ini.
Perbincangan terjadi bersamanya walau hanya sepuluh menit di Markas TNI AU Lanud Singkawang II Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Pilot yang bergabung di Skadron Suryadarma ini berada di pangkalan Lanud Singkawang dua bersama Panglima Komando Udara Satu TNI AU, Marsekal Muda Sunaryo untuk membuka TMMD TNI AU tahun 2011, Senin (24/10).
Tidak ada kesangaran dari perempuan kelahiran Pariaman 1 April 1982 ini. Ia ramah dengan canda tawa dan senyum yang turut menghiasi wajahnya yang putih. Terkadang gigihnya yang putih berbalut behel terlihat saat ia ertawa lepas. Wah, terasa senang bisa berbincang bincang dengannya.
Sangat langka bagi seorang wanita untuk terjun sebagai penerbang. Perlu keberanian dan sedikit meminggirkan kebudayaan ketimuran. Prakata itu sebagai pembuka pembicaraan dengan anak pasangan dari  Dokok Jakaria Kordi (Ayahh) dan Lilis Yeni Haryani (Ibu).
"Wah, kalau langka, harus dijaga," kata Fariana menyambut pembicaraan sera bercanda.
Prajurit TNI AU angkatan 2003 ini bercerita, awalnya ia sama dengan masyarakat biasa, masyarakat yang awam soal penerbangan. Namun ketertarikan itu muncul sesaat ini masuk TNI AU dan melihat beberapa senior wanita yang terjun di profesi yang penuh dengan tantangan itu.
'Waktu itu saya mulai tertarik, tapi saya berpikir sangat mustahil karena waktu itu saya hanya sebagai Bintara, dan seroang penerbang haruslah Perwira," ujarnya.
Keinginannya terus menguat, terlebih beberapa senior wanitanya sebelum menjadi penerbang juga sebagai Bintara. Tahun 1982 ada dua orang penerbang wanita, tahun 1985 ada enam orang penerbang wanita, setelah bertahun tahun, baru tahun 2007 dari seorang penerbang wanita.
'Saya daftar sekolah penerbangan tahun 2005, setelah mengikuti tes dan lulus, saya belajar selama dua tahun, dan kemudian tahun 2007 saya dilantik menjadi Perwira penerbang,' ujar Fariana seraya mengatakan saat ini hanya ada dua orang penerbang wanita untuk TNI AU di Indonesia.
Selama menjadi penerbang, Fariana telah mengumpulkan jam terbang sebagainya 1100 jam. Jam terbang itu ia habiskan untuk menjelajahi wiilayah Indonesia bagian barat atau dikenal dengan spot barat. dalam spot barat itu termasuk didalamnya Kalimantan Barat dan Sumatra.
"Dalam penerbangan, setiap pilot ditempatkan pada spot spot tertentu. Dan kebetulan saya beroperasi spot barat termasuklah dilamanya daerah Kalimantan dan Sumatra," jelas wanita berdara Sunda ini.
Sebagai penerbang,  Fariana dipercaya untuk membawa Helikopter jenis  EC 120B Colibri. Pesawat buatan Tarnos Prancis ini ber home base atau bemarkas di Pangkalan TNI AU Skadron Udara 7 Lanud Suryadarma.
'Saya senang dipercaya untuk menjadi pilot Heli, dan sesauai dengan hasil tes yang dilakukan, saya berbabkat untuk menjadi pilot Heli," jelas anak sulung dari tiga bersaudara ini.
Selama menjadi penerbang, banyak pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Pengalamannya, Fariana marasakan besarnya kekasaan tuhan atas alam. Kekuasaan itu terlihat bedanya pemandangan terhadap bumi saat berada di atas atau di bawah. Pengamalan terpenting dan membekas ketika Fariana menyalurkan bantuan ke korban banjir Lamongan Jawatimur beberapa tahun yang lalu.
'Saat itu sangat berkesan, karena saya bisa membantu korban banjir dengan Heli yang saya kendarai, dan wkatu itu hanya Heli yang bisa masuk ke lokasi," kenangnya. 
Dengan penyaluran bantuan itu, Fariana merasa sangat berarti. Ia begitu merasakan bagaimana sensaranya korban banjir yang memerlukan bantuan dan belas kasih.
"Waktu itu saya merasa sangat berati, saya mersakan kemampuan saya sangat membantu," jelas wanita mengaku telah menemukan jodoh untuk pasangan hidupnya nanti.
Kedepannya, wanita yang masih melajang  ini berkeinginan bukan hanya sebagai pilot, tapi sebagai instruktur pilot. Karena kata dalam penerabangan, menjadi instruktur itu merupakan cita cita yang saat ini belum tercapai. Akhirnya, selamat bertuga Lettu Fariana, teruslah terbang untuk menjaga kedigdayaan bangsa. (cah)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar