Jumat, 07 Oktober 2011

PT Bengkayang Subur dan Masyarakat Rodaya Bahas MoU

Oleh: Yopi Cahyono, S.Hut

“Anak Perusahaan Duta Palma Group Tak miliki IPK dan Babat Hutan”
Bertempat di Gedung SD Negeri 07 Rodaya, Dusun Baya, Desa Rodaya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, pada hari Rabu, tanggal 5 Oktober 2011.

Perjalanan Menuju Desa Rodaya
Hari ini aku cepat bangun pagi tidak seperti biasanya yang telat bangun. Pukul 09.00 WIB aku telah bersiap-siap untuk berangkat liputan karena tiga hari sebelumnya Kepala Desa Rodaya berpesan kepadaku untuk datang meliput permasalahan antara masyarakat Desa Rodaya dengan PT Bengkayang Subur yang nota bene merupakan anak perusahaan Duta Palma Group milik pak Surya. Namun aku sendiri tidak pernah bertemu dengan pemilik perusahaan tersebut.
Sebelum aku berangkat ke Desa Rodaya, aku otak-atik dulu telepon selulerku yang tercinta. Satu nama yang dituju, tiada lain teman seprofesiku tetapi kami bea media. Saat aku menghubunginya dan menanyakan kepadanya, ia berkata “Sekarang aku lagi di Desa Rodaya, ente dimana,”. Aku pun menjawab, “Dalam perjalanan kesana, tunggu jak disana,”. Aku pun langsung menutup pembicaraan dan memutuskan percakapan kami. Hal ini aku lakuka untuk memastikan apakah teman-teman sudah di Desa Rodaya atau di warung kopi Terminal Bengkayang “base camp” para kritisi dan komentator.
Aku pun langsung menyalakan motor kesayanganku. Walaupun aku bersusah payah membayar kreditannya setiap bulan dengan banting tulang mendapat uang untuk menyetor ke Diller Yamaha. Tidak peduli panasnya terik matahari, derasnya hujan. Dalam perjalanan aku ragu dan bimbang, kena hujan atau tidak saat dalam perjalanan ke Desa Rodaya. Syukur Tuhan YME melindungiku dan menghentikan hujan, walaupun saat aku menantap langit dipenuhi awan hitam dan angin kencang.
Seperti biasanya saat melintasi Jalan Raya Sanggau ledo dari SMA Negeri 2 Bengkayang sampai ke Jembatan Lumar banyak mulut buaya yang siap menerkam pengendara motor maupun mobil saat melintas. Konsentrasi penuh pun wajib dilakukan. Sesampainya di Kampung Sekinyak Dusun Silap Desa Belimbing Kecamatan Lumar, aku pun menurunkan gas kendaraanku. Aku pun kembali mengambil handphone di saku celanaku (celana jin warna biru satu-satunya yang masih muat untuk pinggangku yang semakin tumbuh kesamping, Red).
“Masihkah coi acaranya,” tanyaku kepada sohibku yang pendekar (pendek dan kekar, Red). Ia pun menjawab “Baru dimulai, cepatlah datang, aku tunggu ye….,”. setelah aku akhiri panggilan, aku tidak langsung tancap gas, tetapi singgah dahulu untuk setor kepada batang karet. saat aku emmasuki simpang menuju Desa Rodaya, jalan masih mulus dan enak dipadang mata. 100 meter kemudian, kondisi jalan setali tiga uang dengan Jalan Kabupaten Bengkayang lainnya. Tidak ada tempat untuk ban motorku merasakan empuknya aspal. Badanku pun bergetar, pinggangku mulai sakit, tanganku kecapean, kakiku ngilu akibat bagusnya jalan menuju SD Negeri 07 Rodaya.
Kerikil, batu-batu kecil yang menghiasi jalan menertawakanku. Aspal entah dimana rimbanya. Para pasir tersipu malu disemak belukar yang ada dipinggir jalan. Batu cadas siap menyuntik, buaya pun berjejer sepanjang jalan dan membuka mulutnya serta siap mencabik-cabik mangsa yang melintas dihadapannya. Avanza, Inova, dan Torado akhirnya kelihatan juga. Kemudian ban motorku dapat mencium papan kurang lebih sepanjang 20 meter. Yang dihiasi permukaan air yang keruh dan tenang. Tatapan mataku langsung tertuju pada gedung SD Negeri 07 Rodaya yang kumuh dan semak belukar pun menyambut kedatanganku. Tampak berderet RX-King, Grand, Supra Fit, Supra Karisma, Vega, Jupiter Z, Jupiter MX, Yamaha Special, dan vixion.
 
Bangunan SDN Negeri 07 Rodaya Memprihatinkan
Aku pun langsung mematikan mesin motorku dan parkir di depan SD Negeri 07 Rodaya. Aku pun melihat orang-orang sedang serius dan tegang. Tidak ada canda tawanya. Saat aku menaiki tangga, sontak membuat manusia yang ada di dalam ruangan sepertinya diberi aba-aba menatapku dengan penuh tanda Tanya, siapakah yang baru datang tersebut. Aku pun cuek saja dan memperhatikan siapa saja yang mungkin mengenaliku.
Saat aku masuk, binggungnya setengah mati, mau duduk dimana daku, kursi pada berciuman dengan bokong  yang mendahuluiku. Akhirnya ada Babinsa Desa Rodaya, Pak Ilham namanya. “Silakan duduk mas,” menawariku. Tanpa basa basi aku pun mencium bangku yang diberikan pak Babinsa. Suasana didalam begitu tegang dan membosankan. Ditambah panasnya terik mata hari dihiasi plafon yang pada bolong dan atap seng yang tertawa. Para kaso dan reng yang menciut yang sewaktu-waktu jatuh menimpaku yang sedang asyik duduk manis mendengarkan pembicaraan alot antara masyarakat Desa Rodaya dan PT Bengkayang Subur.
Aku keluar ruangan dan duduk diteras sekolah dasar yang sudah berumur 30 tahun lebih ini. Lebih tua dari usiaku. Kakiku pun melangkah dan menyisiri ruangan, alangkah terkejutnya daku saat melihat dinding dari papan yang pada bolong, pokoknya serba memprihatinkan sekali sepertinya sekolah ini tidak terawat dengan baik. Tetapi aku memaklumi inilah sekolah yang ada di kampung terutama di Kabupaten Bengkayang. “Berapa kelas di SD Negeri 07 Rodaya ini,” tanyaku pada guru honor. “Sampai kelas enam. Masing-masing ruangan di sekat. Setiap ruangan dua kelas, dan guru juga terbatas,” jawab Ebi.
“Gedung apa yang ada di depan sebelum masuk kampung Baya,” lanjut aku bertanya. Dengan santai Ebi menjelaskan, “Itu gedung baru SD Negeri 07 Rodaya. Tetapi belum ditempati karena kami menagih janji manis para Dinas Pendidikan,” tegasnya. Ia pun menceritakan bahwa tanah yang berdiri gedung baru SD tersebut milik orang tuanya. Bapaknya memberikan gratis satu hektar lebih kepada pihak sekolah dengan perjanjian diatas kertas anak lelakinya dapat menjadi PNS tetapi sampai gedung tersebut jadi dua local hingga kini janji tinggal janji padahal SKT tanah sudah diserahkan kepada Dinas Pendidikan Bengkayang dan telah dibalik nama. Satu local gedung yang mendapat tender ialah Andi Max, Kepala Dagang dan Industri Kabupaten Bengkayang. “SD Negeri 07 Rodaya tidak akan dipindahkan ke gedung baru selagi anak saya tidak menjadi PNS,” tegas bapak berbadan kurus ini. Ia rela memberikan tanah gratis demi masa depan anaknya cerah dan menjadi PNS minimal menjadi pesuruh sekolah. “Sejak 2005 saya honor di SD Negeri 07 Rodaya. Awalnya honor menjadi pesuruh. Berhubung sekolah ini kekurangan guru, saya pun ditunjuk kepala sekolah untuk mengajar dan menjadi wali kelas lima,” aku Ebi. 

Kisruh Masyarakat Desa Rodaya vs PT Bengkayang Subur
Usai menyantap nasi bungkus, forum kembali lagi dimulai. Tampak yang duduk di depan wakil rakyat dari Daerah Pemilihan III, yakni Aleksander dan Mariadi. Kasubid Ekonomi Bappeda kabupaten Bengkayang beserta stafnya Dino dan Libertus Atno (Afat Anong, red). Di pojok kiri kelihatan Camat Ledo Imam Munawir, perwakilan dari PT Bengkayang Subur, pak Emir. Kepala TU PT Bengkayang Subur dan Aissten Kepalanya (Tak Tau namanya, Red) parahnya manager tak tampak batang hidungnya. Pihak Badan Pertanahan Nasional Bengkayang pun ikut andil disini. Begitu juga dengan Pol PP dan Danramil Ledo ikut nonggol. Hanya anggota Polsek Ledo saja yang tak tampak siapa kah yang ikut hadir dalam acara ini. Alpinus Kasubid pengembangan usaha perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkayang juga tampak hadir. Berhubung ada kesibukan mendadak, ia segera bergegas meninggalkan ruang pertemuan.
Ta’im sebagai moderator dalam kegiatan ini begitu semangat dan tegas memandu perseteruan antara Masyarakat Desa Rodaya dan PT Bengkayang Subur. “Kami menginginkan kejelasan kepada PT Bengkayang Subur atas MoU dengan masyarakat,” lantang salah satu bapak-bapak yang duduk di belakang dan paling sudut. “Apabila tuntutan kami tidak dipenuhi, kantor PT Bengkayang Subur akan kami segel beserta isi didalamnya termasuk computer,” teriak bapak berbadan tegap lagi yang kali ini duduk ditengah.
“Boleh saya berbicara,” Tanya Camat Ledo kepada masyarakat. “Boleh…….,” serentak warga yang ada didalam ruangan. “Ditangan saya, ada dua jenis MoU. Yang satu dari masyarakat dan satunya lagi milik PT Bengkayang Subur. Saya sarankan, satukan kedua isi MoU tersebut dengan duduk bersama supaya mencapai kesepakatan. Mengenai waktu dan tempat saya serahkan kepada warga dan pihak perusahaan,” saran Imam.
“Saya mengakui, ini kesalahan pimpinan terdahulu PT Bengkayang Subur kenapa sudah mengerjakan lahan sedangkan MoU belum dibuat antara perusahaan dan warga,” jujur Emir. Oleh karena itu, ia ingin ada MoU yang jelas antara pihaknya dengan penduduk setempat. “Pindahkan Asisten Kepala!!!!!,” lantang salah satu warga. Asisten kepala pun langsung tertunduk dan matanya berkaca-kaca seperti orang mau menangis. “Sudah empat orang Manager disini dan semuanya tidak benar, bohongi kami masyarakat kecil,” lanjut salah satu penduduk.
“PT Bengkayang Subur  memiliki izin lokasi sejak 2004 lalu dengan luas 29.000 hektar. Namun hingga 2010 hanya terealisasikan 9.270 hektar saja. Sehingga saat perpanjangan izin lokasi 2010 lalu, hanya 9.270 hektar saja diberi izin lokasi. IUP kini sudah kadarluarsa dan belum diperpanjang, belum lagi IPK, tidak pernah dibuat sejak awal padahal sudah ditanam sawit lahan mereka. Jika Amdal sudah ada tetapi sudah kadarluarsa,” jelas Dino.
Aleksander pun angkat bicara, “PT Bengkayang Subur harus menganti rugi tanah pribadi warga apabila itu memang dibeli. Penduduk jangan hanya menerima uang saja tetapi tidak mau menyerahkan lahannya. Apabila tanah umum atau wilayat bukan PT Bengkayang Subur berurusan dengan pribadi orang tetapi dengan pengurus atau pemuka masyarakat yang dipercayai untuk mengurus hal tersebut,” harap anak pak Acam ini.
Mariadi pun sebelumnya sudah menyampaikan kata-kata,”MoU antara PT Bengkayang Subur dan Masyarakat harus diselesaikan,” katanya. Ia menanyai kenapa MoU belum disepakati tetapi penanaman sawit sudah dilakukan.
Menurut buku “Tatang Sutana” pasal sekian………(Sule Prikitiw…., Red, PT Bengkayang Subur telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Karena saat menebang pohon tidak memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dari Kementrian Kehutanan. Ini jelas-jelas sudah tindak pidana dan melakukan aktivitas ilegal loging. Namun, pihak kepolisian tidak berani menangkap atau memberikan sanksi kepada perusahana tersebut padahal sudah jelas-jelas melakukan tindak pidana. Hal ini wajar karena polisi berpatokan kepada tertangkap tangan baru dapat diproses.
Perwakilan dari BPN Bengkayang juga mengikuti jejak Alpinus yang cepat meninggalkan pertemuan antara masyarakat dengan PT Bengkayang Subur. Saat ditanyai permasalahan ini, ia tidak mau menjelaskan. Waktu pun menunjukkan pukul 16.55 WIB. Pertemuan antara Masyarakat dan PT Bengkayang Subur tidak menemukan titik kesepakatan. Permasalahan dan MoU pun masih ngambang sampai langit ke tujuh. Banyak warga yang tidak mau bersalaman dengan PT Bengkayang Subur. Saat yang lain bersalaman, terkejut aku dengan suara yang keras. Salah satu warga meninju dinding yang terbuat dari papan. Sontak….wajahku berpaling ke belakang dan melihat apa yang terjadi. Akhirnya semua yan ada di dalam ruangan membubarkan diri dan meninggalkan SD Negeri 07 Rodaya yang kumuh dan bolong.
Saat aku menunggu kepala Desa Rodaya bersama teman-teman seperjuanganku, “Maaf karena telah merepotkan kalian. Saya tidak dapat bantu apa-apa hanya ucapan terima kasih karena telah datang untuk melihat dan menyaksikan pertemuan antara masyarakat dan PT Bengkayang Subur,” tutur Kades. Kami pun bersalaman dan pamitan kepada petinggi di desa tersebut. Kepala TU PT Bengkayang Subur (lupa namanya, maklum amnesia menghinggapiku akibat tidak mengkonsumsi gorengan tahu dan tempe, Red) langsung menghampiriku dan mengatakan bahwa sering membaca dan memonitoring tulisan yang ada di blogku “PANTAK, dan EQUATOR BENGKAYANG”. ia sering mengikuti perkembangan Kabupaten Bengkayang lewat internet.
“Binggung saya kenapa web site bengkayangkab milik Pemda Bengkayang kok susah dibuka ya….,” tanyanya padaku. “Saya sering baca postingan kamu dan up date terus, tidak seperti web site Pemda Bengkayang,”keluhnya. Aku pun tersenyum dan mengatakan tidak tau kenapa web site miliki Bumi Sebalo begitu. Ia pun izin pulang ke camp PT Bengkayang Subur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar